Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Lampung menunjukkan angka yang positif pada triwulan II 2025, yaitu meningkat sebesar 9,71% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan perumahan di masyarakat terus meningkat, meskipun ada sedikit penurunan dari tahun lalu yang mencapai 13,49%. Kenyataan ini menjadi tanda bahwa pasar perumahan di daerah ini tetap cerah bertahan di tengah tantangan ekonomi yang ada.
Menarik untuk dicermati, Bimo Epyanto, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Lampung, menjelaskan bahwa meskipun ada penurunan pertumbuhan KPR dibandingkan tahun lalu, hal ini masih menunjukkan adanya minat yang kuat dari masyarakat untuk memiliki rumah. Koran angkat situasi ini lebih mendalam mengenai lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi faktor pendukung utama pertumbuhan pesat KPR jiwa ini.
Perkembangan dan Tantangan KPR di Lampung
Dalam beberapa tahun terakhir, sektor perumahan di Lampung menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Data terbaru menunjukkan bahwa penyaluran KPR tumbuh 9,71% dalam periode ini. Meskipun terlihat melambat dibandingkan dengan pertumbuhan sebesar 13,49% pada tahun lalu, hal ini masih menunjukkan tren positif. Dibalik kebangkitan ini, penyaluran KPR juga mengangkat tantangan-tantangan yang ada. Salah satunya adalah kualitas dari KPR itu sendiri.
Kualitas KPR menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam perkembangan ini. Dengan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) pada triwulan kedua tahun 2025 mencapai 2,59%, ada peningkatan dibandingkan dengan triwulan I yang tercatat 2,52%. Angka ini masih di bawah ambang batas aman, namun tetap menjadi perhatian. Penting untuk memastikan bahwa sektor perbankan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit agar risiko yang dihadapi tetap terkendali.
Peluang dan Kebijakan Makroprudensial
Untuk tetap menjaga pertumbuhan yang positif dalam sektor KPR, kebijakan makroprudensial menjadi krusial. Bank Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan seperti pengaturan loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) sebagai langkah antisipasi risiko yang mungkin muncul. Kebijakan ini membantu meminimalkan potensi kerugian yang dapat timbul dari kredit bermasalah dan memastikan bank tetap sehat dalam operasionalnya.
Koordinasi antara perbankan dengan OJK, Kemenkeu, dan LPS juga penting dilakukan untuk mengantisipasi potensi gejolak perekonomian yang dapat memengaruhi penyaluran KPR. Pertumbuhan ekonomi yang kuat membutuhkan dukungan pembiayaan yang mendorong pengembangan sektor-sektor produktif. Oleh karena itu, bank perlu mempercepat proses kredit demi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Keberlanjutan pertumbuhan sektor perumahan sangat bergantung pada kerjasama yang solid antara berbagai pemangku kepentingan. Untuk mendalami lebih jauh, penting bagi investor untuk memahami pasar perumahan di Lampung agar bisa identifikasi peluang yang ada dan mengantisipasi risiko yang mungkin muncul.